Selasa, 29 Januari 2008

SURVEYLANS BAHAN BERBAHAYA PADA MAKANAN

SURVEYLANS BAHAN BERBAHAYA PADA MAKANAN

DI KABUPATEN KULON PROGO

Oleh : Dra.Neti Vepriati

Makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi makanan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia bahkan dapat menyebabkan kematian. Makanan yang baik harus bermutu dan aman dikonsumsi. Mutu makanan berkaitan dengan kepuasan konsumen meliputi aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera (enak, menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta aspek kesehatan (jasmani dan rohani). Mutu pangan menurut UU no 7 tahun 1996 tentang Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman. (pasal 1 angka 13).

Menurut Badan POM, beberapa masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan di masyarakat diantaranya :

1 Masih ditemukannya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan (penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran kimia berbahaya, cemaran patogen, masa kadaluwarsa, dsb).

2 Masih banyaknya terjadi kasus keracunan karena makanan

3 Masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga.

4 Masih rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan, terutama karena terbatasnya pengetahuan dan rendahnya kemampuan daya beli untuk produk pangan yang bermutu dan tingkat keamanannya yang tinggi.

5 Untuk mengatasi permasalahan ini, upaya yang terus menerus dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah melakukan pembinaan keamanan pangan baik kepada produsen makanan maupun konsumen. Pembinaan dilakukan dengan penyuluhan dan sertifikasi kepada produsen makanan industri rumah tangga, penyuluhan dan grading pada rumah makan, serta penyuluhan keamanan makanan kepada masyarakat konsumen.

Meskipun demikian, ditengarai beberapa produsen makanan masih sering menggunakan bahan berbahaya dalam makanan. Oleh karena itu dengan dukungan dana dari PHP telah dilakukan pengawasan melalui kegiatan sampling uji laboratorium terhadap makanan yang diduga menggunakan boraks dan formalin (yang dinyatakan dilarang penggunaannya pada makanan sesuai Permenkes No. 722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan), serta menggunakan pewarna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya sesuai Permenkes No 239/Menkes/Per/V/1985.

Tujuan umum kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas, keamanan makanan yang diproduksi/ beredar di Kulon Progo. Sedangkan tujuan khusus adalah mencegah penggunaan bahan berbahaya (Formalin, Borax dan Pewarna) pada makanan yang diproduksi/beredar di Kulon Progo dan melindungi masyarakat dari penggunaan bahan berbahaya (Formalin, Borax dan Pewarna) pada makanan yang diproduksi/beredar di Kulon Progo. Sasaran kegiatan ini adalah produk makanan/ minuman yang dijual di pasar-pasar tradisional, sekolah-sekolah, kios-kios yang ada di Kulon Progo sebanyak 210 sampel. Kegiatan diselenggarakan pada bulan Maret sampai dengan September 2007. Kegiatan yang dilakukan berupa pembinaan dan pengambilan sampel, pengujian sampel ke laboratorium dan pembinaan tindak lanjut hasil Laboratorium.

Hasil kegiatan ini adalah dari 73 sampel yang diuji formalin sebanyak 7 sampel terbukti positif yaitu terdapat pada ikan kranjang, ikan laut segar, bandeng, dan mie basah. Dari 67 sampel yang duji borax, sebanyak 8 sampel terbukti positif yaitu pada bakso, cilok, mi basah, dan krupuk/lempeng legendar. Dari 70 sampel yang diuji pewarna yang dilarang diketahui 28 sampel mengandung pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan yaitu Rhodamin B dan Metanil yellow pada es lilin, dawet, tahu kuning, cenil, kue mata kebo, krimpying, alen-alen, kue bengawan solo, lapis, bolu emprit, kolang-kaling, geplak, gethuk, krupuk ketela, arum manis, dan mi lidi (snack ringan).

Yang memprihatinkan, hasil uji sampel makanan yang dicurigai menggunakan bahan berbahaya yang dijual di lingkungan sekolah diketahui 15% positif mengandung borax, 9% positif mengandung formalin dan 48% positif mengandung pewarna berbahaya. Sedangkan hasil uji sampel makanan yang diambil di pasar 8,5% positif mengandung boraks, 11% positif mengandung formalin dan 34% positif mengandung pewarna berbahaya.

1 Boraks memang sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kenyal teksturnya dan memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks telah dinyatakan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 karena sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Boraks pada pemakaian sedikit dan lama akan terjadi akumulasi pada otak, hati, lemak dan ginjal. Untuk pemakaian jumlah banyak menyebabkan demam, anuria, koma, merangsang susunan saraf pusat, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma bahkan kematian. Gejala keracunan muncul antara 3-5 hari yaitu rasa mual, muntah, diare berlendir dan darah, kejang, bercak-bercak pada kulit/selaput lendir terkelupas dan kerusakan ginjal. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui terkandung didalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan krupuk , bakso, mie basah, lontong dan ketupat.

Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu dan mie basah. Saat ini bahkan ditengarai digunakan untuk mengawetkan buah-buahan. Formalin bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Didalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia yaitu; rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau kegagalan peredaran darah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan.

Pewarna terlarang dan berbahaya Metanil Yellow (berwarna kuning), dan Rhodamin B (berwarna merah) adalah pewarna yang digunakan untuk cat tembok, tekstil, pewarna untuk kerajinan bambu, layang-layang dsb, yang jika digunakan untuk makanan telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena itu melalui Pemenkes RI No.235/Menkes/ Per/VI/79 telah dinyatakan dilarang digunakan di dalam makanan walapun dalam jumlah sedikit.

1 Gejala akut bila terpapar Metanil yellow adalah jika terkena kulit dalam jumlah banyak akan menimbulkan iritasi pada kulit, jika terkena mata akan menimbulkan gangguan penglihatan/ kabur, jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jeringan dan peradangan pada ginjal. Bila Metanil yellow tertelan dalam jumlah banyak terjadi muntah, paparan kronis dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih.

2 Paparan akut bila terkena Rhodamin B: jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi kulit, jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata, jika tertelan menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda. Paparan kronis Rhodamin B dalam jangka waktu lama dapat memnyebabkan gangguan fungĂ­s hati/kanker hati.

Mengingat dampak yang ditimbulkan sangat merugikan kesehatan maka telah dilakukan pembinaan kepada penjual/ produsen yang diketahui produknya mengandung bahan berbahaya. Khusus untuk penjual di lingkungan sekolah, telah dilakukan koordinasi dengan pihak sekolah untuk ikut memantau penjual jajanan di lingkungan sekolah.

Yang tak kalah pentingnya Dinas Kesehatan terus menerus memberikan penyuluhan bahaya penggunaan formalin, boraks, dan pewarna berbahaya pada makanan kepada masyarakat. Diharapkan masyarakat dapat berperan aktif menghindarkan diri dan keluarga dari mengkonsumsi makanan yang tidak aman yang dapat membayakan kesehatan.

Referensi:

1. Badan POM, Keamanan Pangan, Balai Besar POM Yogyakarta, 2003

2. Badan POM, Bahan Tambahan Pangan, Balai Besar POM Yogyakarta, 2003

3. Depkes RI, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Makanan Jilid II, Dirjen POM, Edisi II, 1992

4.Dinkes Kab. Kulon Progo, Laporan Kegiatan Pengawasan/ Surveylen Bahan Berbahaya Pada Makanan (Formalin, Borax dan Pewarna) Pada Produsen, Dinkes Kab. KP, 2007

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
Oleh : drg. W. Indriastuti. M.Kes
Seksi Yankesda R&R Dinas Kesehatan Kab. Kulon Progo

Gangguan Akibat Kekurang Yodium (GAKY) adalah gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. GAKY merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Pada ibu hamil penderita GAKY berat untuk kurun waktu lama (kronik), dampak buruk GAKY mulai terjadi pada kehamilan trimester kedua tetapi masih dapat diperbaiki apabila segera mendapat suplemen zat yodium. Apabila GAKY terjadi pada kehamilan tua (lebih dari trimester kedua), dampak buruknya tidak dapat diperbaiki ,artinya kelainan fisik dan mental yang terjadi pada janin akan menjadi permanen sampai dewasa. Dampak buruk pada janin dan bayi dapat berupa keguguran, lahir mati, lahir cacat, kretin/cebol, kelainan psikomotor dan kematian bayi. Pada anak usia sekolah dan orang dewasa GAKY dapat berakibat pembesaran kelenjar gondok, cacat mental dan fisik.
Selama ini perhatian para pakar terpusat pada GAKY tingkat berat, dan tingkat sedang, baru sekitar sepuluh tahun belakang ini tertarik mengamati apa yang terjadi pada GAKY tingkat ringan yang jumlahnya jauh lebih besar. Dampak buruk GAKY tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada tingkat ringan sudah terjadi kelainan perkembangan sel-sel syaraf yang mempengaruhi kemampuan belajar anak yang ditunjukkan dengan rendahnya IQ anak penderita GAKY. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin dan anak sampai usia dua tahun, karena itu ibu hamil penderita GAKY tingkat ringan dapat memberikan dampak buruk pada perkembangan syaraf motorik dan kognitif janin yang berkaitan dengan perkembangan kecerdasan anak.
Untuk mengetahui masalah kurang yodium, pemantauan besaran masalah dilakukan survei nasional. Pada tahun 1980 prevalensi GAKY pada anak usia sekolah adalah 27,7%,prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1988. Walaupun terjadi perubahan yang berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%. Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang dibiayai melalui Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY), untuk mengetahui dampak dari intervensi program penanggulangan GAKY.Dari hasil survei ini diketahui secara umum bahwa Total Goitre Rate (TGR) angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba maupun yang terlihat pada anak sekolah berkisar 11,1%.
Bagaimana keadaan GAKY di Kabupaten Kulon Progo ?
Kondisi di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2003 menunjukkan bahwa TGR anak sekolah adalah 2,3 dan median UIE 231 ug/l dan konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga sebesar 78,7%. Pada tahun 2007 ini kabupaten Kulon Progo melaksanakan survei GAKY dengan dana PHP-I Provinsi DIY yang bekerja sama dengan BP GAKY Dep.Kes. RI Magelang dengan sampel 1.260 wanita usia subur (WUS) termasuk didalamnya ibu hamil atau menyusui karena mereka adalah kelompok yang paling rentan untuk menderita GAKY. Lokasi survei di enam kecamatan (27 desa) yang pernah terjadi endemik berat yaitu kecamatan Kalibawang, Galur, Temon, Samigaluh, Girimulyo,dan Kokap. Survei ini dilaksanakan karena intervensi pemberian kapsul minyak beryodium harus dilakukan dengan merujuk pada kriteria WHO tentang distribusi kapsul beryodium yaitu :
1. Pada kecamatan/desa endemik GAKY sedang dan berat.
2. Ada kasus kretin dan Hypotirodism
3. Program garam beryodium belum mencapai daerah endemik (kecamatan/desa) untuk 2 (dua) tahun ke depan.
Pemberian kapsul yodium harus ada pengawasan tenaga kesehatan, karena hal ini tidak boleh diberikan pada penderita Hipertirodism (kadar yodium dalam tubuh berlebihan). Pada survei ini dilakukan dengan tiga indikator yaitu : pemeriksaan urine, pemeriksaan pembesaran kelenjar gondok, dan konsumsi garam beryodium. Survei dengan tiga indikator menunjukkan predikat endemisitas desa dan hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
NO JML DESA PREDIKAT ENDEMISITAS
1 5 DESA Non Endemik menuju Endemik Ringan
2 6 DESA Endemik Ringan menuju Non Endemik
3 9 DESA Endemik Ringan
4 7 DESA Endemik Ringan menuju Endemik Sedang
5 1 DESA Endemik Sedang menuju Endemik Ringan
6 6 DESA Endemik Sedang menuju Endemik Berat
7 5 DESA Endemik Berat menuju Endemik Sedang
8 2 DESA Endemik Sedang menuju Non Endemik
9 1 DESA Endemik Ringan menuju Endemik Berat

Apa yang harus dilakukan supaya terhindar dari GAKY ?
Mengingat demikian besar dampak yang ditimbulkan GAKY terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia, maka Pemerintah telah melaksanakan upaya penanggulangan secara sungguh-sungguh. Salah satunya adalah dengan menambahkan yodium pada garam konsumsi. Mengkonsumsi garam beryodium dalam konsumsi sehari-hari merupakan cara yang paling murah dan mudah untuk mencegah kekurangan yodium. Dari survei enam kecamatan yang terdiri dari 24 desa menunjukkan hanya 14 desa mengkonsumsi garam beryodium di tingkat rumah tangga dinyatakan baik ( sama dengan 90% atau lebih dari 90%),target Indonesia Sehat 90% keluarga mengkonsumsi garam beryodium. Dari hasil survei ini masih perlu ditingkatkan sosialisasi manfaat penggunaan garam beryodium dalam konsumsi sehari-hari di keluarga kepada masyarakat.
Dalam penggunaan garam beryodium, memang selalu menjadi permasalahan khususnya ibu rumah tangga, karena garam beryodium diberikan pada masakan
( sayur yang hangat) atau sebagi garam meja. Kadar yodium dalam garam akan berkurang apabila kena panas. Kebiasaan yang sudah turun temurun dalam menggunakan garam dapur dipergunakan untuk menghaluskan bumbu, kemudian dimasak sampai matang, sehingga kadar yodium dalam masakan akan berkurang.
Apabila kita menginginkan kadar yodium tidak hilang dalam masakan, maka penggunaan garam beryodium harus mengikuti aturan yang telah ditentukan.
Hal-hal yang perlu di perhatikan :
1. Segera periksa ke Puskesmas/RS apabila ada pembesaran pada kelenjar gondok
2. Gunakan garam beryodium dalam masakan sehari- hari
3. Minumlah kapsul Yodium dengan pengawasan Tenaga kesehatan
4. Dalam menanggulangi GAKY, Dinas kesehatan Kulon Progo bekerjasama dengan Balai Pengobatan BP GAKY Magelang.
Dengan tulisan ini mudah-mudahan dapat menambah wawasan pembaca, sehingga kita akan selalu berusaha yang terbaik bagi keluarga, selamatkan keluarga kita dari Gangguan Akibat Kekurangan Yodium mulai sekarang juga !

IMUNISASI POLIO DENGAN SUNTIK

“IMUNISASI POLIO DENGAN SUNTIK”

(IPV)

oleh : drg. W. Indriastuti. M.Kes

Seksi Yankesda R & R Dinas kesehatan Kulon Progo

.

Polio (Poliomielitis) adalah penyakit pada susunan saraf yang disebabkan oleh salah satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu polio type 1,2 atau 3. Secara klinis penyakit polio terjadi pada anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis=AFP). Penyebaran penyakit polio adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian dapat terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani. Polio sejak tahun 1995 telah dinyatakan punah dari bumi Indonesia, namun sekarang muncul kembali. Sampai saat ini Departemen kesehatan mencatat ada lima anak di Kabupaten Sukabumi positif terserang polio.

Hasil analisa genetika menunjukkan bahwa virus polio yang di Sukabumi mirip dengan virus polio yang diisolasi di Sudan. Pada hasil analisis tersebut terdapat dua kemungkinan. Pertama adalah virus yang menyerang anak-anak di Sukabumi merupakan virus polio impor yang tadinya tidak pernah ada di Indonesia.

Kedua, virus tersebut merupakan virus asli Indonesia yang kebetulan sama dengan virus di Sudan.

Belajar dari kejadian ini, kita harus waspada dengan melakukan vaksinasi pada setiap Balita tanpa pengecualian. Ini adalah tindakan yang mutlak dilakukan sampai polio benar-benar lenyap dari bumi ini. Tindakan yang gegabah jika kita melalaikan program vaksinasi Polio karena dianggap virus polio tidak ada di bumi ini, karena akan selalu ada peluang masuknya virus polio liar dari luar, terutama dari wilayah endemik polio.

Oleh karena itu, negara-negara yang telah dinyatakan bebas polio sejak puluhan tahun yang lalu ,tetap melaksanakan vaksinasi terhadap semua Balitanya. Jepang misalnya, telah bebas polio sejak puluhan tahun yang lalu, namun sampai saat ini mereka tetap mewajibkan vaksinasi polio untuk setiap bayinya. Begitu juga dengan negara maju lainnya, yang konsisten menjalankan program imunisasi.

Program eradikasi Polio pada tahun 1998 oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui program The Global Polio Eradication Initiative, yaitu program pemusnahan polio dari bumi. WHO mentargetkan sampai tahun 2005 dunia sudah bebas dari polio,namun kenyataannya sampai saat ini masih ada negara yang endemik polio seperti India, Pakistan, Afganistan dan negara di Afrika seperti Nigeria dan Niger. Ditambah lagi dengan munculnya kasus di negara yang tadinya telah dinyatakan bebas polio, termasuk Indonesia.

Pada awalnya WHO optimis dapat mewujudkan target ini. Hal ini disebabkan karena virus polio tidak menginfeksi hewan apapun, kecuali manusia. Dengan demikian, virus ini akan lebih mudah dikontrol. Optimis ini dibuktikan dengan musnahnya virus polio liar di hampir seluruh belahan bumi. Keberhasilan ini dicapai tidak lain adalah karena program imunisasi yang rapi dengan berbagai cara, di antaranya melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan melibatkan kerjasama dengan lintas program maupun lintas sektoral, peran serta masyarakat, dan imunisasi rutin pada sasaran Balita.

Dalam pelaksanaan program imunisasi polio, ada dua jenis vaksin yang tersedia, yaitu Oral Polio Vaccine (OPV) adalah virus polio hidup yang telah dilemahkan dan diberikan secara oral atau diteteskan melalui mulut, sedangkan inactivated Polio Vaccine (IPV) adalah virus polio hidup yang dimatikan dengan pemberian secara suntik. Vaksin IPV lebih mahal dibanding vaksin OPV,dan pemberian imunisasi melalui suntikan yang harus diberikan oleh tenaga medis, sehingga hanya diberikan kepada daerah- daerah tertentu.

Mengapa Kabupen Kulon Progo melaksanakan IPV ?

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan imunisasi polio dengan menggunakan jenis vaksin yang disuntikkan (IPV), hal ini diberikan kepada DIY termasuk kabupaten Kulon Progo yang menunjukkan hasil sebagai berikut :

n Survei Cakupan Imunisasi rutin Polio , cukup memuaskan > 95 %.

n Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Survailans AFP, tidak ditemukan virus polio liar pada semua kasus kelumpuhan yang dilaporkan.

n Survei limbah lingkungan di Sewon, di Bantul, menunjukkan adanya sirkulasi vaksin polio di lingkungan menunjukkan tingginya cakupan imunisasi polio.

n Survei serologi antibodi polio pada anak usia balita menunjukkan bahwa semua anak telah mempunyai antibodi ketiga serotipe virus polio dengan titer yang tinggi

Keuntungan pemberian imunisasi polio dengan suntik (IPV) adalah : tidak ada resiko kejadian ikutan pemberian imunisasi, Balita sakit tetap dapat divaksinasi, imunitas tinggi dan konstan, tersedia dalam bentuk kombinasi, jadi dimungkinkan suatu ketika vansin polio (IPV) dikombinasikan dengan vaksin lain.Dalam pelaksanakaan perubahan pemberian imunisasi polio dari cara tetes ke suntik telah dilaksanakan sosialisasi kepada semua tenaga medis dan masyakat, dari tingkat kabupaten sampai di Puskesmas.Pemberian imunisasi polio dengan IPV di Daerah Istimewa Yogyakarta serentak dilaksanakan pada tanggal 3 September 2007. Jadual pemberian imunisasi polio dengan IPV berbeda dengan OPV,sehingga mengubah kebijakan imunisasi menjadi sbb :

USIA

SEKARANG

AKAN DATANG

0- 1 BLN

BCG, OPV, HB

BCG, HB

2 BLN

OPV, DPT-HB

IPV, DPT-HB

3 BLN

OPV, DPT-HB

IPV, DPT-HB

4 BLN

OPV, DPT-HB

IPV, DPT-HB

9 BLN

CAMPAK

IPV, CAMPAK

Imunisasi polio dengan suntik dapat dilayani antara lain :

1. Puskesmas dan jaringannya.

2. Rumah Sakit

3. Puskesmas dengan RB (Rumah Bersalin )

4. Bidan praktek swasta

5. Dokter praktek swasta

Keberhasilan imunisasi polio dengan IPV sangat tergantung koordinasi lintas program dan lintas sektoral serta peran serta masyarakat. Perlu dicatat bahwa gejala polio hanya terjadi pada Balita yang tidak diimunisasi atau riwayat imunisasinya tidak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi atau imunisasi merupakan hal yang mutlak dilakukan. Oleh karena itu, negara-negara yang telah mendeklarasikan bebas polio sekalipun masih tetap melaksanakan program imunisasi, terutama imunisasi rutin terhadap setiap bayi yang lahir.Begitu juga dengan kita harus melakukan program imunisasi yang rapi sehingga menutup kemungkinan terjadinya wabah polio, baik yang disebabkan oleh virus impor maupun dari virus vaksin yang berubah.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat sehingga program imunisasi polio dapat berjalan dengan sukses ,sehingga Balita di Kabupaten Kulon Progo selalu dalam keadaan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Dirjen PP & PL Tahun 2005.

2. Judarwanto W. http://www.indosiar.com/v2003/pk/pk-read.htm.id=70

3. Utama Andi.http://bioteknews.blogspot.com/2005/07/eradikasi-polio-mungkinkah.html

4. Dinkes Prov. DIY. Sosialisasi IPV di Propivinsi Daerah istimewa Yogyakarta. Tahun 2007.

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA

Oleh : Taviv Supriadi, ST

1. LATAR BELAKANG

Perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya kebutuhan permukiman baru sehingga mendorong adanya penciptaan permukiman-permukiman baru maupun bertambah padatnya permukiman yang sudah ada. Hal yang tidak bisa dihindari adanya peningkatan jumlah limbah cair yang dihasilkan pada lingkungan permukiman tersebut.

Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah.

Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self purification), namun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan debit limbah cair yang dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada lingkungan diharapkan sudah memenuhi syarat.

2. LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA

Limbah cair rumah tangga biasanya dihasilkan dari kegiatan mandi, cuci, kakus, memasak, maupun kegiatan-kegiatan rumah tangga lainnya. Limbah cair rumah tangga ini juga sering disebut dengan limbah domestik. Sebagai cirikhas dari limbah ini adalah mempunyai karakteristik kaya akan zat organik disamping adanya zat padat.

Debit limbah cair rumah tangga yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing keluarga, namun demikian yang biasa digunakan sebagai dasar perencanaan proses pengolahan adalah jumlah anggota keluarga.

3. DAMPAK LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA

Keberadaan limbah cair rumah tangga apabila tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh terhadap lingkungan, antara lain :

a. Pencemaran Pada Badan Air

Keberadaan limbah cair domestik / rumah tangga akan terus meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk, demikian juga limbah industri termasuk industri rumah tangga mempunyai kontribusi yang cukup signifikan terhadap zat pencemar organik pada badan-badan air.

Parameter BOD (Biochemical Oxigen Demand) adalah parameter yang digunakan untuk tolok ukur kandungan senyawa organik yang dapat dirombak oleh mikroorganisme. Tolok ukur ini dipilih karena kebutuhan oksigen untuk reaksi yang dilakukan oleh sel ini setara dengan konsentrasi senyawa organik yang dirombak. Perombakan ini akan terus berlangsung selama oksigen didalam air masih tersedia. Hasil perombakan ini menghasilkan sel baru.

Jika air mengandung senyawa organik yang dapat dirombak oleh mikroorganisme, maka peningkatan akan terjadi didalam air itu selama kandungan oksigen terlarut dapat memenuhi kebutuhan untuk reaksi biokimiawi. Jadi nilai BOD yang tinggi dari suatu limbah cair yang dibuang ke perairan alami akan menyusutkan kandungan oksigen terlarut pada perairan itu.

Makhluk air yang tinggi tidak dapat hidup di perairan ini akibat kebutuhan oksigen untuk kehidupannya tidak tercukupi. Jika oksigen terlarut dalam air mencapai nol, maka mikroorganisme yang berperan akan berganti dari mikroorganisme jenis aerob menjadi mikroorganisme jenis anaerob. Ciri perairan yang berada dalam keadaan anaerobik ini adalah munculnya bau akibat dari terbentuknya gas H2S dan NH3.

Senyawa organik yang dinyatakan dengan BOD ini dapat berupa senyawa organik yang tersuspensi dan senyawa organik yang terlarut.

b. Pencemaran Pada Tanah

Air limbah yang mencemari tanah dalam perjalanannya akan mengalami peristiwa fisik mekanik, kimia, dan biologis. Peristiwa fisik mekanik yang terjadi karena adanya distribusi larutan yang mengalir melalui pori-pori tanah yang tidak seragam, sehingga terjadi efek penahanan oleh zat-zat padat dan pengendapan partikel-partikel padat karena gaya berat. Peristiwa kimia terjadi penyebaran molekuler yang dihasilkan dari potensi kimia, sedangkan proses biologis terjadi pada bahan pencemar organik yang diuraikan oleh bakteri pembusuk.

Gambaran pencemaran tanah oleh bakteri dan bahan kimia dalam tanah dan migrasi maksimum adalah sebagai berikut :


Pada tanah kering gerakan bakteri horizontal ± 1 meter dan vertikal kebawah ± 3 meter.

Pada tanah basah dengan kecepatan aliran tanah 1 – 3 meter perhari maka gerakan atau perjalanan bakteri bersama aliran air secara horizontal mencapai maksimum 11 meter dimana pada jarak 5 meter akan melebar maksimum 2 meter dan kemudian menyempit kembali sampai jarak 11 meter. Adapun gerakan kebawah tergantung dari kedalaman air limbah itu menembus kedalam tanah.

Gerakan pencemar bahan kimia dalam tanah secara horizontal mengikuti aliran air akan melebar 9 meter pada jarak 25 meter dan menyempit lagi sampai jarak 95 meter.

Mengingat limbah cair rumah tangga kaya akan zat organik, maka jika debitnya cukup besar, maka tingkat penetrasi di dalam tanah akan mencapai jarak yang cukup jauh, sehingga berpotensi untuk mencemari air tanah / air sumur.

Dalam standar kualitas air (Permenkes No. 416 Tahun 1990) ditentukan maksimal angka zat organik adalah 10 mg/l. Penyimpangan terhadap batas maksimum yang diperbolehkan ini akan dapat

menyebabkan timbulnya bau tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit perut.

c. Air Limbah dan Kehidupan Vektor

Air limbah yang dibuang ke lingkungan baik di tanah atau pada badan air banyak menimbulkan masalah vektor yaitu cocok untuk bersarang dan berkembang biaknya nyamuk dan lalat. Tikus juga menyenangi tempat-tempat tersebut. Dengan demikian akibat yang ditimbulkan selain mengganggu kenyamanan juga berpotensi terjadinya penularan penyakit seperti penyakit perut, malaria, kecacingan dan lain-lain.

Dari ketiga jenis pencemaran tersebut, proses penularan penyakit terhadap manusia dapat digambarkan sebagaimana diagram berikut ini :

4. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA

Untuk daerah-daerah dengan tingkat hunian yang belum terlalu tinggi masih memungkinkan dengan pengolahan setempat, maka diperlukan sarana sanitasi berupa sistem penyaluran secara tertutup baik WC maupun SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) seperti gambar-gambar berikut :

Gambar 2 : Skema hubungan ke septictank dan peresapan.

Sumber : Pusat Informasi Teknik Bangunan, 2003

Dalam pembuatan septictank perlu memperhatikan dasar-dasar sebagai berikut :

  1. Minimal dapat dipakai 10 orang dengan air 15 liter/orang/hari.
  2. Volume ruang lumpur 30 liter/orang/tahun.
  3. Dasar septictank dibuat miring kearah kotoran keluar.
  4. Kotoran dapat ditampung dalam waktu 2 – 4 tahun untuk selanjutnya dikuras (tergantung perencanaan)
  5. Waktu tinggal kotoran ± 3 hari.
  6. Tinggi pipa pemasukan minimal 5 cm diatas pipa pengeluaran.
  7. Tinggi pipa pemasukan maupun pengeluaran harus terletak minimal 10 cm diatas muka air tanah.
  8. Tangki septictank diberi lubang pemeriksa untuk menguras dan pipa ventilasi.
  9. Lapisan dalam septictank 30 cm dari tutup atas adalah ruang gas, dibawah ruang gas adalah kotoran-kotoran yang masih mengapung di atas air.
  10. Tinggi dari dasar sampai permukaan air tergantung perencanaan.
  11. Setelah selesai dibuat harus diisi penuh air dan diberi bibit air kotor dari selokan.

Gambar 5 : Kakus, septictank dan peresapan

Sumber : Pusat Informasi Teknik Bangunan, 2003

Dengan semakin padatnya tingkat hunian di daerah perkotaan, maka untuk sistem pengolahan setempat limbah cair rumah tangga menjadi sulit dilakukan, apalagi apabila penduduk setempat juga masih menggunakan air tanah setempat sebagai sumber air bersih / air baku air minum. Apabila terdapat kondisi ini maka alangkah baiknya apabila sistem pengolahan limbah cair ini dilakukan secara kelompok / komunal dengan penyaluran secara tertutup (perpipaan) kemudian dilanjutkan pengolahan dan peresapan. Apabila langkah ini yang diambil diperlukan peran-peran dari pihak lain baik pemerintah maupun swasta dalam penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

Djabu Udin dkk, “Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah pada Institusi Pendidikan Sanitasi / Kesehatan Lingkungan”, Depkes RI, Jakarta, 1990.

Djajadiningrat Asis Prof.Dr.Ir.KRT, “Pencemaran Lingkungan, Pengelolaan Lingkungan dan Teknologi Penanganannya”, Direktorat Teknologi Lingkungan Deputi TIEML BPPT, Jakarta, 2000.

Droste Ronald L, “Theory and Practice of Water and Waste Water Treatment”, John Wiley & Sons Inc, New York, 1994.

Pusat Informasi Teknik Bangunan, “Pembuangan air kotor & kotoran melalui septicktank (leaflet)”, Proyek Perumahan Rakyat & Penataan Bangunan, Yogyakarta, 2003.

Www.kimi@net.com, www.republika.co.id, www.sinarharapan.co.id,

PENGURANGAN RESIKO BAHAYA MERKURI

PENGURANGAN RESIKO BAHAYA MERKURI

PADA PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL

Oleh : Taviv Supriadi, ST

A. PENDAHULUAN

Penambangan emas merupakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, namun demikian penambangan emas juga dapat merugikan apabila dalam pelaksanaannya tanpa diikuti dengan proses pengolahan limbah hasil pengolahan biji emas secara baik. Akibat yang ditiimbulkan dari terbuangnya merkuri pada air tanah maupun aliran sungai, akan masuk kedalam rantai makanan baik melalui tumbuhan maupun hewan, yang pada gilirannya akan sampai pada tubuh manusia.

Keberadaan merkuri di lingkungan berdampak secara langsung kepada manusia khususnya bagi pekerja pada proses pemisahan biji emas dengan melalui proses inhalasi, maupun berdampak tidak langsung yaitu baik pada tumbuhan maupun hewan akibat dari pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah padat.

Dengan melihat berbahayanya merkuri jika terbuang ke alam, maka diperlukan kiat-kiat untuk mencegahnya.

B. PENGGUNAAN MERKURI PADA PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL

Proses penambangan emas tradisional terdiri dari proses penggalian bahan tambang dan proses pengolahan hasil galian tambang.

Penggunaan merkuri pada penambangan emas tradisional terjadi pada proses pengolahan hasil galian tambang bertujuan untuk pemisahan biji emas dengan tanah / batuan.

Dalam proses penambangan emas, merkuri digunakan sebagai bahan kimia pembantu yang sesuai dengan sifatnya berfungsi untuk mengikat butiran-butiran emas agar mudah dalam pemisahan dengan partikel-partikel lain dalam tanah. Sebagai gambaran proses kerja pemisahan emas dari partikel-partikel tanah yang dilaksanakan penambang emas tradisional adalah pemecahan partikel tanah, penggilingan, pemisahan partikel tanah dengan ikatan merkuri dan butiran emas, penyaringan, dan pemanasan.

C. MERKURI DAN DAMPAKNYA BAGI KESEHATAN

Merkuri atau air raksa (Hg) merupakan golongan logam berat dengan nomor atom 80 dan berat atom 200,6. Merkuri merupakan unsur yang sangat jarang dalam kerak bumi, dan relatif terkonsentrasi pada beberapa daerah vulkanik dan endapan-endapan mineral biji dari logam-logam berat. Merkuri digunakan pada berbagai aplikasi seperti amalgam gigi, sebagai fungisida, dan beberapa penggunaan industri termasuk untuk proses penambangan emas. Dari kegiatan penambangan tersebut menyebabkan tingginya konsentrasi merkuri dalam air tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan. Elemen air raksa relatif tidak berbahaya kecuali kalau menguap dan terhirup secara langsung pada paru-paru.

Bentuk racun dari air raksa pada proses masuk pada tubuh manusia adalah methyl mercury (CH3Hg+ dan CH3-Hg-CH3) dan garam organik, partikel mercuric khlor (HgCl2). Methyl mercury dapat dibentuk oleh bakteri pada endapan dan air yang bersifat asam. Ion merkuri anorganik adalah bersifat racun akut. Elemen merkuri mempunyai waktu tinggal yang relatif pendek pada tubuh manusia tetapi persenyawaan methyl mercury tinggal pada tubuh manusia 10 kali lebih lama merkuri berbentuk metal (logam) dan menyebabkan tidak berfungsinya otak, gelisah/gugup, ginjal, dan kerusakan liver pada kelahiran (cacat lahir).

Methyl mercury terakumulasi pada rantai makanan, sebagai contoh adalah merkuri bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan mengkonsumsi ikan yang hidup pada perairan yang tercemar merkuri. Senyawa phenyl mercury (C6H5Hg+ dan C6H5-Hg-C6H5) bersifat racun moderat dengan waktu tinggal yang pendek pada tubuh tetapi senyawa ini berubah bentuk secara cepat pada lingkungan menjadi bentuk merkuri anorganik. Dari survei efek bahaya, merkuri ini adalah bersifat racun bagi semua bentuk kehidupan, dan bersifat lambat untuk dikeluarkan dari tubuh manusia. Methyl mercury beracun 50 kali lebih kuat daripada merkuri anorganik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan, kadar merkuri maksimum di dalam air adalah 0,001 mg/l.

D. UPAYA PENGURANGAN RESIKO BAHAYA TERHADAP LINGKUNGAN

1. Air limbah dari proses pemisahan emas diperlukan proses pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu rangkaian proses sederhana yang diperlukan untuk penurunan kadar merkuri adalah berupa proses koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Menurut Droste (1994), dari rangkaian proses tersebut dapat menurunkan kadar merkuri sebesar 20 – 90 %.

2. Pada proses pemanasan / pemijaran campuran biji emas dengan air raksa akan menguapkan air raksa yang ada, sehingga kegiatan ini harus dilakukan jauh dari pemukiman penduduk, dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan arah angin.

E. KESIMPULAN

Kegiatan penambangan emas selain dapat meningkatkan ekonomi masyarakat, apabila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dengan pencemaran limbah hasil pengolahan biji emas yang pada gilirannya juga merugikan masyarakat sekitar dengan munculnya penyakit akibat terakumulasinya merkuri dalam tubuh.

Peningkatan pengetahuan bagi para penambang tentang pengelolaan limbah penambangan diperlukan untuk meningkatkan kualitas penambangan emas tradiisional.

F. DAFTAR PUSTAKA

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Yogyakarta, Buletin Epidemiologi Lingkungan Edisi II Tahun 2004, BTKL, Yogyakarta, 2004.

Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI, Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal DI Indonesia, Depkes RI, Jakarta, 1993.

Droste Ronald L, Theory and practice of Water and Waste Water Treatment, John Wiley & Sons, Inc. Newyork, 1994.

Kesumawardani Siswati, Dra, Penyimpangan Parameter Fisika dan Kimia Air Terhadap Kesehatanb Masyarakat, BTKL Surabaya, 1997.

Tim ADKL Propinsi DIY, Hasil Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) Penambangan Emas Tradisional di Desa Kalirejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun 2004, Dinkes Propinsi DIY, Yogyakarta, 2004.



BIODATA


Nama : Taviv Supriadi, ST

Tempat, Tgl. Lahir : Magetan, 6 September 1964

Pekerjaan : Staf Seksi Perbekalan Umum Dinkes Kulonprogo

Pendidikan : - SDN Pondok, Babadan, Ponorogo ( 1976 )

- SMPN I Ponorogo ( 1980 )

- SMAN I Ponorogo ( 1983 )

- SPPH Madiun di Magetan ( 1984 )

- PAM-SKL Purwokerto ( 1994 )

- S 1 Teknik Lingkungan UNDIP ( 2003 )

Kursus : - AMDAL A (Dasar) ( 2006 )

- AMDAL B (Penyusun) ( 2007 )